Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah terdiri dari 24 Kecamatan, 269 Desa dan 15 Kelurahan. Karena secara geografis berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, maka secara sosiologis dan kultural, Cilacap merupakan batas / pertemuan Budaya Jawa (Banyumasan) dan Budaya Sunda (Priangan Timur).
Sejarah Cilacap Sebelum Pemerintahan Hindia Belanda
Sejak dahulu posisi geografis Cilacap berada diantara dua wilayah politik, yaitu Galuh (Sunda) dan Mataram (Jawa). Nama Donan, lebih dulu dikenal daripada Cilacap. Dalam perspektif Mataram, berdasarkan prasasti Salingsinangan (1880) disebutkan desa Donan (Handaunan) yang merupakan cikal bakal Cilacap, sudah didiami penduduk sejak abad k-9 yaitu saat Mataram Kuno diperintah Dyah Lokapala. Kata Cilacap berasal dari “Tlacap” yang berarti tanah lancip (landtong).
Cilacap dalam perspektif Galuh (Sunda) dapat dilihat dari laporan Belanda (1809) menyebutkan bahwa “Segara Anakan dan Pulau Nusakambangan” merupakan kekuasaan Galuh atau Priangan Timur dihuni penduduk sebelum dihancurkan perompak, perdagangannya cukup ramai.
Selanjutnya sejarah Cilacap juga tidak dapat lepas dengan sejarah Banyumas. Pada abad ke-15 Bupati Wirasaba mendirikan kota baru bernama Banyumas sebagai pusat tempat kedudukan Wedana (Kepala Bupati) dari 12 Bupati dibawah kesunanan Surakarta. Karena dianggap ingin melepaskan diri dari Kasunanan, Banyumas dipecah menjadi dua bagian Wedana yang membawahi para Bupati (bergelar Tumenggung/Ngabehi) yaitu Banyumas Kasepuhan (Purwokerto, Adipala dan Adireja) dan Banyumas Kanoman (Purbalingga, Sokaraja, Panjer dan sebagian Banjarnegera).
Pada masa itu, daerah Cilacap yang sesungguhnya masih disebut Donan dan dipegang oleh penguasa pribumi, Ronggo Amat Dimran menjadi rebutan diantara keduanya.
Kekuasaan Kasunanan Surakarta meliputi pula Kadipaten Majenang /Dayeuhluhur, sehingga pada awalnya Kadipaten ini tidak menjadi bagian dari Banyumas.Akan tetapi mempunyai jalur hubungan langsung dengan Kasunanan Surakarta.
Sejarah Cilacap Setelah Pemerintahan Hindia Belanda
Dengan berakhirnya perang Diponegoro (1830), wilayah mancanegara barat dari Mataram diambil kedalam kekuasaan langsung pemerintah kolonial. Daerah Banyumas dan Bagelen (Kedu) dianeksasi kedalam kekuasaan Hindia Belanda (1831).
Kemudian disusunlah pemerintahan mulai dari Residen dan Asisten Residen untuk mendampingi para Bupati. Karesidenan Banyumas membawahi lima Kabupaten yakni Ajibarang, Purbalingga, Purwokerto, Banjarnegara dan Majenang/Dayeuhluhur. Sedangkan Cilacap masih merupakan distrik bersama-sama dengan distrik Dayeuhluhur, termasuk Nusakambangan dan Adipala.
Tahun 1830 adalah “awal periode penjajahan dalam sejarah Jawa” Hindia Belanda yaitu Van De Bosch, yang menerapkan sistim tanam paksa (cultuurstelsel) dan pajak uang. Rakyat wajib menanam dan menyerahkan sebagian hasil tanam sebagai ganti pajak uang dan sebaliknya membayar pajak tanah dalam bentuk uang. Setelah mencaplok mancanegara barat (Banyumas), Pemerintah Hindia Belanda melihat potensi pelayaran di Cilacap guna mengangkut komoditas hasil tanam paksa ke pasar ekspor (Eropa).
Untuk melancarkan arus lalu lintas antara Sungai Serayu dan Cilacap muncul gagasan membuat satu kanal yaitu “Kali Yasa” (kali yang dibuat). Begitu gembiranya, Gubernur Jenderal Dominique Jaquues De Eerens dan Pangeran Hendrik datang dari negeri Belanda, menyempatkan diri melakukan perjalanan air dari Banyumas ke Cilacap, yang ditempuh selama 9 hari (1837).
Pada 1 Januari 1839, Pemerintah Hindia Belanda juga menugaskan Raden Bei Tjakradimedja (putra Bupati Kasepuhan Banyumas) untuk membuka Donan menjadi sebuah kota.
Pemerintah Hindia Belanda menganggap daerah Banyumas Selatan terlalu luas maka “Patenscap” Dayeuhluhur dipisahkan dari Banyumas dan dijadikan satu afdeling tersendiri yaitu afdeling Cilacap dengan ibu kota Cilacap. Dimana menjadi tempat kedudukan kepala Bestuur Eropa Asisten Residen dan Kepala Bestuur Pribumi Rangga atau Onder Regent, dengan Besluit tanggal 27 Juni 1841 Nomor 10.X
Pada saat Residen Launy, dibentuklah Onder Afdeling Tlacap dengan besluit Gubernur Jenderal D.De Erens tanggal 17 Juli 1839 Nomor 1, yang memutuskan : “Demi kepentingan pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih rapi di kawasan selatan Banyumas dan peningkatan pembangunan pelabuhan Cilacap, sambil menunggu usul organisasi distrik-distrik bagian selatan yang akan menjadi bagiannya, satu dari tiga Asisten Resident di Karesidenan ini akan berkedudukan di Cilacap.”
Pada masa Residen Banyumas ke-9 Van De Moore, diusulkan pembentukan Kabupaten Cilacap kepada Menteri Kolonial Kerajaan Belanda tanggal 29 Desember 1855 Nomor 85 dan Surat Rahasia Menteri kolonial tanggal 5 Januari 1856 Nomor 7/A, disampaikan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerlukan persetujuan Raja Belanda. Yaitu permohonan persetujuan pembentukan Kabupaten Cilacap dan organisasi bestir pribumi dan pengeluaran anggaran lebih dari 5.200 Gulden per tahun.
Setelah menerima surat rahasia tersebut, maka “Onder Regentschap Cilacap” ditingkatkan menjadi Rengentschap (Kabupaten Cilacap) dengan Besluit Gubernur Jenderal tanggal 21 Maret 1856 Nomor 21.
Raden Tumenggung Tjakra Werdana I diangkat sebagai Adipati Tlacap oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 6 Juli 1856, yang dikenal sebagai bupati yang pantang mundur. Dia menghendaki Donan menjadi kota. Pada saat itu hutan Donanmasih dipenuhi rawa, hutan yang lebat dan binatang buasnya dan sangat angker.
Dimulailah usahanya membuka daerah yang angker itu, mengeringkan air pada rawa-rawa dan mengurugnya. Pembangunan pendapa dan rumah tinggal Bupati dilakukan dengan bantuan orang kepercayaannya yang memiliki kekuatan fisik dan mental. Dibidang mental dibangunlah masjid.
Jalan-jalan kota mulai dibuat dan tepinya ditanami pohon kenari sebagai pelindung dari teriknya matahari. Bupati Cilacap I digantikan oleh adiknya dan menjabat sebagai Bupati Cilacap yang ke-2. Dia meninggal karena sakit mendadak. Demikian pula Bupati Cilacap yang ke-3 meninggal karena sakit malaria.
Selanjutnya Bupati Cilacap ke-4 adalah RMAA. Tjakrawerdaja (1882-1927). Bupati ke-4 ini mempunyai karya yang sangat besar dengan melanjutkan pembangunan bupati-bupati sebelumnya. Kota Tlacap semakin diperluas dengan membuka rawa-rawa dan mengeringkannya untuk daerah pertanian. Memperbanya dan memperluas jalur jalan, pembuatan saluran assenering untuk mengalirkan air dari rawarawa yang mengandung bibit malaria ke laut leas serta pembangunan 25 pasar. Tlacap merupakan daerah yang surplus dan tidak pernah kekurangan bahan makanan. Pada masa inilah Pelabuhan Tlacap semakin berkembang karena pihak swasta telah dilibatkan untuk kegiatan ekspor impor. Hasil yang diekspor antara lain kopi, tembakau, nilai (indigo), gula, kopra, kina teh dan lain-lain dengan tujuan pasar Eropa. Sedangkan impor berupa katun, keramik dan lain-lain untuk disalurkan ke daerah-daerah pedalaman Cilacap dan sekitarnya.
Lintas Kereta Api (SS) Yogyakarta – Cilacap mulai dikerjakan pada tahun 1879 sampai dengan 1887. Penyambungan rel dari stasiun Cilacap ke pelabuhan untuk transportasi barang dilakukan pada tahun 1888. Pertimbangan lain pembukaan jalur kereta api Cilacap – Yogyakarta adalah untuk mengangkut gula sebagai primadona komoditas ekspor.
Bupati Cilacap ke-5, RMAA Tjakra Sewaja (1927-1950) mengalami beberapa jaman pemerintahan yaitu Hindia Belanda, pendudukan Jepang dan perang Kemerdekaan I-II. Sejak tahun 1950, Bupati yang memimpin Kabupaten Cilacap bukan lagi keturunan dari bupati-bupati sebelumnya.
Daftar Nama Bupati Cilacap :
Masih Keturunan (1856-1950)
1. R. Tumenggung Tjakra Werdana I (1856-1873)
2. R. Tumenggung Tjakra Werdana II (1873-1875)
3. R. Tumenggung Tjakra Werdana III (1875-1881)
4. R.M Adipati Tjarawerdaya (1882-1927)
5. R.M Adipati Arya Tjakra Sewaja (1927-1950)
Tidak Berdasarkan Keturunan (1950 s/d sekarang)
6. Raden Mas Soetedjo (1950-1952)
7. R. Witono (1952-1954)
8. Raden Mas Kodri (1954-1958)
9. D.A Santoso (1958-1965)
10. Hadi Soetomo (1965-1968)
11. HS. Kartabrata (1968-1974)
12. H. RYK. Moekmin (1974-1979)
13. Poedjono Pranyoto (1979-1987)
14. H. Mohamad Supardi (1987-1997)
15. H. Herry Tabri Karta (1997-2002)
16. H. Probo Yulastoro (2002-2009)
17. H. Tatto Suwarto Pamuji (2011-2022)
Sumber : Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Cilacap