CILACAP, (CIMED) – Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 melanjutkan estafeta kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin. Tak hanya itu Presiden Prabowo juga telah membentuk dan melantik Kabinet Merah Putih. Presiden baru, Kabinet baru menjadi harapan baru bagi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dalam kemandirian energi Nasional.
“Kebetulan nama Kabinetnya juga Kabinet Merah Putih. Kita berharap memang orang-orang yang duduk di Kabinet ini orang-orang merah putih yang betul-betul memikirkan bangsa dan negara dan seluruh rakyat Indonesia untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas,” kata Presiden FSPPB, Arie Gumilar, disela-sela menghadiri pengukuhan Pengurus Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma (SPP-PWK) periode 2024-2027 di Gedung Patra Graha, Cilacap, Kamis (24/10/2024).
Ditambah lagi, Arie mengungkapkan, ada beberapa statemen dari Presiden RI Prabowo Subianto yang disampaikan secara menggebu-gebu bahwa bangsa Indonesia harus memiliki setidaknya ada kemandirian pangan dan kemandirian energi.
“Khusus untuk Pertamina tentunya kaitannya adalah dengan kemandirian energi. Dan ini sudah sejalan sekali dengan apa yang sudah diperjuangkan oleh Federasi serikat Pekerja Pertamina Bersatu sejak dulu. Bahwa kita senantiasa memperjuangkan adanya kedaulatan energi ditangan anak bangsa. Dimana pengelolaan energi yang merupakan sumber daya alam kekayaan alam bangsa Indonesia semestinya dikelola oleh anak bangsa sendiri dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ungkap Presiden FSPPB.
Belakangan ini, lanjut Arie, pihaknya juga sedang berupaya berjuang memberikan masukan kepada pemerintahan baru.
“Kami memberikan usulan bagaimana semestinya pengelolaan energi dimasa yang akan datang terutama dibawah kepemimpinan Prabowo yang memang mencanangkan untuk kemandirian energi Nasional,” bebernya.
Arie menegaskan, FSPPB sudah melakukan beberapa studi, beberapa kajian yang sudah dsampaikan juga ke berbagai kalangan, stakeholder, yang memberikan penguatan kepada perundang-undangan khususnya Undang-Undang tentang migas.
“Karena sejak 2012 UU migas sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dan sampai hari ini belum ada revisi UU,” tegasnya.
Sebelumnya, lanjut Arie pihaknya juga mengadakan fokus diskusi dengan Lemhanas yang pada kesimpulannya pengelolaan sektor migas harus dikembalikan ke UU No 8 tahun 1971.
Disinggung soal seberapa optimis, Arie menyatakan bahwa yang pasti pihaknya tidak bisa mengukur berapa prosentasi.
“Tapi yang pasti kita harus optimis menatap masa depan dengan kehadiran pak Prabowo. Karena beberapa waktu yang lalu sebelum beliau dilantik itu juga sudah ada isu yang beredar bahwa pak Prabowo ingin Pertamina, PLN dan sektor-sektor strategis lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak itu dibawah langsung Presiden. Dan ini tentunya kalau di sektor migas sangat sejalan dengan yang kita perjuangkan yaitu kembali ke UU No 8 tahun 1971 tentang perusahaan minyak dan gas bumi negara,” tandasnya.